Tembok Timor
Makin lama Timor Timur memang makin kurang ajar. Sudah rakyatnya diarahkan untuk menyelusup masuk ke NTT jadi penyelundup, tentara kita yang sedang mengawal perbatasan ditembak pula dari wilayah Timtim. Seperti kejadian tanggal 21 April dimana Lettu Art Teddy Setyawan ditembak dari arah wilayah Timor Timur.
Makanya gimana kalo kita bangun saja Tembok Timor, tebalnya 0.5-1 meter, tinggi 3-6 meter dilengkapi dengan kawat berduri dialiri listrik untuk mencegah penyelundupan dan penyusupand. Tiap sekitar 100 meter ada satu pos penjagaan dilengkapi dengan sensor gerak dan infra merah. Proyek ini juga bisa jadi proyek padat karya buat rakyat NTT dan juga pengungsi Timtim yang pro Republik. (well, asal jangan dikorupsi lagi ajah.....)
Hal ini penting karena PBB akan segera meninggalkan Timtim yang "dianggap sudah mampu berdikari" (sic). Kita perlu mengantisipasi kondisi kacau balau di Timtim karena ternyata pemerintah sana belum mampu berbuat apa2.
Tapi karena kita negara yang peduli dengan tetangga, yah tiap jarak 5-10 km kita bikinlah pintu gerbang buat lalu lintas tradisional dilengkapi dengan pasar terbatas untuk transaksi dengan harga yang dikontrol pemerintah.
Karena harga barang2 lebih murah di Indonesia daripada di Timtim yang berbasiskan dollar AS, yah harga bisa kita mark-up buat kesejahteraan rakyat NTT. Harga "persahabatan" ini hanya berlaku di pasar perbatasan. Jadi rakyat NTT tetap menikmati harga Republik.
Pintu gerbang di pasar terbatas hanya memungkin orang Timtim berada di areal pasar saja, yang menurut hemat saya lebih baik bersistem seperti counter tiket jadi tetap ada batas fisik antara penjual dan pembeli untuk membatasi gerak gerik warga Timtim. Ini sudah cukup memadai karena mereka bisa masuk teritori Indonesia tanpa harus pakai paspor atau ID card apapun.
Tapi perlu juga dibuat pintu gerbang yang lebih besar untuk transportasi darat dengan fungsi CIQ yang lebih lengkap dimana warga Timtim wajib memiliki paspor atau Pas Lintas Batas (PLB) yang telah disetujui bersama oleh Republik dan Timtim. Celakanya, Timtim selalu ingkar janji menerbitkan PLB bagi warganya. Makanya selalu ada penyelundupan dan penyusupan dari Timtim ke NTT.
Bagaimana, setuju tidak dengan Tembok Timur? HAM? Bullshit. Toh AS juga membangun pagar (kawat beraliran listrik) untuk menghalangi imigran dari Mexico.
Lagian orang2 Timtim kan tidak pernah merasa menjadi bagian dari Indonesia atau Asia karena mereka mengklaim diri mereka sebagai orang Pasifik Baratdaya. Merasa juga sebagai makhluk Portugal. Kasihan. Apalah daya Ramos Horta ngemis-ngemis minta masuk ASEAN.
Eh ini bukan propaganda TNI lho, semata-mata sebagai warga negara RI yang peduli akan kedaulatan bangsanya. Bukan pula xenophobia atau chauvinist nationalist.
Makanya gimana kalo kita bangun saja Tembok Timor, tebalnya 0.5-1 meter, tinggi 3-6 meter dilengkapi dengan kawat berduri dialiri listrik untuk mencegah penyelundupan dan penyusupand. Tiap sekitar 100 meter ada satu pos penjagaan dilengkapi dengan sensor gerak dan infra merah. Proyek ini juga bisa jadi proyek padat karya buat rakyat NTT dan juga pengungsi Timtim yang pro Republik. (well, asal jangan dikorupsi lagi ajah.....)
Hal ini penting karena PBB akan segera meninggalkan Timtim yang "dianggap sudah mampu berdikari" (sic). Kita perlu mengantisipasi kondisi kacau balau di Timtim karena ternyata pemerintah sana belum mampu berbuat apa2.
Tapi karena kita negara yang peduli dengan tetangga, yah tiap jarak 5-10 km kita bikinlah pintu gerbang buat lalu lintas tradisional dilengkapi dengan pasar terbatas untuk transaksi dengan harga yang dikontrol pemerintah.
Karena harga barang2 lebih murah di Indonesia daripada di Timtim yang berbasiskan dollar AS, yah harga bisa kita mark-up buat kesejahteraan rakyat NTT. Harga "persahabatan" ini hanya berlaku di pasar perbatasan. Jadi rakyat NTT tetap menikmati harga Republik.
Pintu gerbang di pasar terbatas hanya memungkin orang Timtim berada di areal pasar saja, yang menurut hemat saya lebih baik bersistem seperti counter tiket jadi tetap ada batas fisik antara penjual dan pembeli untuk membatasi gerak gerik warga Timtim. Ini sudah cukup memadai karena mereka bisa masuk teritori Indonesia tanpa harus pakai paspor atau ID card apapun.
Tapi perlu juga dibuat pintu gerbang yang lebih besar untuk transportasi darat dengan fungsi CIQ yang lebih lengkap dimana warga Timtim wajib memiliki paspor atau Pas Lintas Batas (PLB) yang telah disetujui bersama oleh Republik dan Timtim. Celakanya, Timtim selalu ingkar janji menerbitkan PLB bagi warganya. Makanya selalu ada penyelundupan dan penyusupan dari Timtim ke NTT.
Bagaimana, setuju tidak dengan Tembok Timur? HAM? Bullshit. Toh AS juga membangun pagar (kawat beraliran listrik) untuk menghalangi imigran dari Mexico.
Lagian orang2 Timtim kan tidak pernah merasa menjadi bagian dari Indonesia atau Asia karena mereka mengklaim diri mereka sebagai orang Pasifik Baratdaya. Merasa juga sebagai makhluk Portugal. Kasihan. Apalah daya Ramos Horta ngemis-ngemis minta masuk ASEAN.
Eh ini bukan propaganda TNI lho, semata-mata sebagai warga negara RI yang peduli akan kedaulatan bangsanya. Bukan pula xenophobia atau chauvinist nationalist.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home